MUJAIR DAN MERAH
Di sebuah hutan,
terdapat rawa yang dihuni oleh beberapa jenis ikan. Di antaranya adalah
sekelompok ikan mujair yang hidupnya sangat tenteram dan bahagia. Namun
ketenangan mereka terganggu sejak seekor ular merah, atau si Merah sering
mencari mangsa di tepi sungai. Ular selalu memakan apa pun yang dapat ia makan,
termasuk ikan mujair yang hidup di sungai.
Suatu hari ular
sedang berjalan dengan perut lapar. Kebetulan semalam hujan turun dengan deras,
sehingga air sungai meluap.
“Ah…karena sungai
banjir, semua makananku pasti habis terbawa arus sungai,” keluh si Merah.
Matanya berusaha mengawasi rawa-rawa sambil tetap berjalan pelan. Matanya
bersinar ketika melihat seekor anak mujair ada di rawa. Dengan sigap si Merah
menangkap anak mujair dan memakannya. Setelah si Merah kenyang, ia segera
pulang ke rumahnya.
Sementara itu orang
tua ikan mujair sangat sedih setelah tahu kalau anaknya dimakan oleh si Merah.
Beberapa hari kemudian si Merah kembali datang ke rawa dengan tujuan mencari
makan untuknya juga untuk anak-anaknya. Tiba-tiba muncullah ayah mujair.
“Hai, Merah. Mengapa
kau memangsa anakku? Apakah kau lupa akan perjanjian kita, bahwa di antara ikan
dan ular tidak boleh saling memangsa?” Si Merah segera teringat sebuah
perjanjian yang pernah dijelaskan oleh ibunya. Antara ular dan ikan memang
tidak boleh saling memangsa. Kalau ada yang melanggar, maka ia akan celaka.
“Aku ti…tidak lupa
!” jawab si Merah takut.
“Lalu kenapa kau
memakan anakku?” si Merah tidak dapat menjawab. Seluruh tubuhnya benar-benar
gemetar. Ia takut kalau nanti akan mendapat celaka karena telah melanggar
perjanjian.
“Sebagai gantinya
kau harus menyerahkan salah satu anakmu pada kami. Hutang nyawa harus dibayar
nyawa!”
“Baiklah, aku akan
serahkan anakku.”
Keesokan harinya
ular datang kembali sambil membawa salah satu anaknya. Dengan sangat terpaksa
ia menyerahkan anaknya itu pada ikan mujair. Untunglah ikan mujair tidak
membunuh anak ular itu. Ikan mujair hanya mengurung anak ular itu dan suatu
saat akan dikembalikan lagi kepada induknya. Mulai saat itu si Merah tidak
berani lagi memakan ikan mujair. Ia juga selalu mengingatkan anak-anaknya agar
tidak memangsa ikan mujair.
KEANGKUHAN SI REULI
Pagi terasa damai
ketika terdengar riuhnya suara kokokan ayam. Seekor burung merak bernama Reuli
dengan beberapa temannya berkumpul untuk mencari makan. Belum lama mereka
berkumpul, datanglah seekor elang yang dikenal dengan sebutan Pangeran
Satria, wajahnya sangat tampan dan berhati emas. Hampir seluruh burung betina
sangat mengaguminya. Begitu juga dengan Reuli. Kedatangan Satria beserta
dayang-dayangnya rupanya membawa kabar bahwa Pangeran Satria hendak mencari
pendamping.
“Aku tidak
membutuhkan kecantikan dan keanggunan. Hanya yang berhati tuluslah yang akan
menjadi pendampingku!” kata Pangeran. Mendengar itu, hati Reuli berbunga-bunga.
Ia yakin akan terpilih menjadi pendamping Pangeran. Ia merasa memenuhi
persyaratan yang diajukan Pangeran. Namun Reuli tidak sadar kalau ia mempunyai
saingan yang cukup berat, yaitu si Utari, seekor burung merpati. Memang
wajahnya tidak terlalu cantik tetapi ia sangat baik hati. Sering Reuli menghina
Utari. Namun Utari terus bersabar.
Ketika tiba hari
penentuan pendamping untuk Pangeran Satria, Reuli berdandan dengan sangat
berlebihan. Kemudian segera bersiap menyambut kedatangan Pangeran. Namun
rupanya sudah banyak temannya yang menanti Pangeran, bahkan hingga berdesakan.
Reuli yang angkuh pun tidak mau kalah. Ia segera mendesak teman-temannya agar
bisa sampai pada barisan terdepan. Ia tidak sadar, karena berdesakan itulah,
bulu-bulu indahnya berubah menjadi sangat kotor. Tubuhnya berbau sangat tidak
enak. Banyak temannya yang menjauh karena tidak tahan mencium bau tubuh Reuli.
Begitu juga Pangeran, ia segera pergi menjauhi Reuli. Reuli sangat kaget. Ia
hanya bisa menangis memandang kepergian Pangeran.
Seluruh burung telah
memperkenalkan diri pada Pangeran. Namun tidak ada satu pun yang berkenan di
hati Pangeran. Ketika Pangeran bingung hendak memutuskan calon pemdampingnya,
datanglah Utari yang langsung memperkenalkan diri. Rupanya Pangeran terpesona
oleh keramahan, kelembutan, dan kerendahan hati Utari. Ia pun memutuskan untuk
menjadikan Utari sebagai pendampingnya. Mendengar keputusan Pangeran, Reuli
sadar kalau kecantikan yang selama ini dibanggakannya ternyata tidak berarti.
Ia lalu meminta maaf pada Utari atas sikapnya selama ini. Ia juga berjanji akan
berusaha mengubah sikap buruknya. Ia juga akan belajar rendah hati dan bersabar
untuk melengkapi kecantikan yang telah dimilikinya.
LEBAH DAN SEMUT
Dahulu pada zaman
Nabi Sulaiman, hidup banyak sekali lebah. Salah satu di antaranya adalah Dodo.
Dodo adalah anak lebah yang telah ditinggal mati ibunya. Waktu itu ibunya
meninggal digigit kalajengking. Kini ia hidup sebatang kara. Oleh karena itulah
ia memutuskan untuk hidup mengembara. Hingga akhirnya ia tiba di gurun pasir
yang luas. Di tengah gurun itu Dodo merasa haus dan lapar.
“Aku harus segera
mencari makan dan air, tapi aku harus mencari di mana?” pikir Dodo. Tetapi Dodo
tidak mau menyerah. Ia bersikeras mencari makanan dan air. Setelah cukup lama
terbang, dari kejauhan Dodo melihat air dan makanan. Namun setelah mendekat,
ternyata yang dilihatnya hanyalah hamparan pasir yang luas. Maka dengan
kekecewaan, Dodo kembali terbang menyelusuri gurun. Tidak berapa lama kemudian
ia bertemu dengan seekor semut yang sedang kesusahan membawa telurnya. Dodo pun
mendekati semut itu.
“Hai, semut.
Siapakah namamu?”
“Namaku Didi. Namamu
siapa?”
“Aku Dodo. Kamu mau
jadi sahabatku?” Didi mengangguk senang.
“Baguslah! Kalau
begitu mari kita mencari air dan makanan bersama?” Didi kembali mengangguk.
Mereka bergegas
pergi untuk mencari makanan. Setelah cukup lama menyusuri gurun, mereka
menemukan sebuah mata air yang berair bersih dan segar. Di samping mata air itu
terdapat sebatang pohon kurma yang berbuah lebat dan sangat manis. Didi dan
Dodo sangat gembira. Mereka segera minum dan makan sepuasnya.
Setelah mereka
benar-benar kenyang, mereka segera mencari tempat tinggal. Dua hari kemudian
mereka menemukan tempat tinggal yang menurut mereka tepat. Yaitu di sebuah
padang rumput yang luas. Mereka tidak akan kekurangan makanan karena di
tepi padang rumput itu terdapat banyak pohon buah-buahan dan sebuah mata
air yang sangat bersih. Didi dan Dodo hidup dengan rukun. Semakin hari
persahabatan mereka semakin erat. Mereka pun hidup dengan aman, tenteram dan
bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar